Badminton Lovers niscaya kenal pemain asal Jepang Kento Momota. Ada pelatih Indonesia Imam Tohari yang turut mengendus bakatnya dulu. Apa kata Iman soal bakat-bakat bulutangkis di Indonesia sendiri?
Setelah pensiun sebagai pebulutangkis, Imam hijrah ke Jepang untuk menangani salah satu klub lokal di sana, Tomioka. Pria yang dulu bermain untuk nomor ganda campuran itu justru memulai karier sebagai pelatih Tunggal Putra dan Ganda Putra di Jepang pada 2002.
Di klub tersebut, Imam dengan jeli melihat bakat salah satu anak dari total 16 yang dilatihnya. Dia adalah Kento Momota yang saat itu masih duduk di kelas 2 SMP. Tanpa membuang waktu, Imam pun memoles Momota hingga akhirnya menjadi juara dunia junior pada 2012. Setahun berselang, Imam pulang ke Tanah Air karena diminta menjadi pelatih Pelatnas Cipayung oleh Rexy Mainaky.
Saat itu Imam, yang jadi asisten Joko Supriyanto, memegang sejumlah pemain seperti Ihsan Maulana Mustofa, Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Christie, Firman Abdul Kholik, Muhammad Bayu Pangisthu, Fikri Ihsandi Hadmadi, Setyaldi Putra Wibowo, Thomi Azizan Mahbub, dan Rivan Fauzin Ivanudin.
Baca juga: BNI Sirnas dan Upaya Mencari Penerus Ginting dan Jojo di Bulutangkis RI |
Imam kemudian pindah ke PB Djarum pada 2016 dan melatih kelompok umur 17 dan 19 tahun hingga saat ini. Kejelian Imam dalam menemukan bakal seperti Momota-lah yang diharapkan bisa ditularkan di klubnya kini. Tentu saja salah satu tantangan buatnya adalah bagaimana lebih dulu memetakan perbedaan semasa di Jepang dulu dan di Indonesia kini.
“Untuk Jepang dan Indonesia, saling belajar, Jepang belajar ke kita soal teknik, tapi kita harus belajar karakter orang sana. Di Jepang, negaranya sudah disiplin, dari kebudayaan mereka, anak dari kecil ditanamkan rasa disiplin yang besar,” papar Imam dalam perbincangan dengan detikSport.
“Bahkan tidak cuma di olahraga, kehidupan sehar-hari juga. Itulah kelebihan mereka. Jika mereka sudah fokus di bulutangkis, mereka itu luar biasa. Tak cuma disiplin, kemauannya, gak mau kalahnya, Latihan kadang-kadang gak sampe teler, gak sampe capek, mereka gak mau berhenti.”
“Dari kebiasaan sehari-hari itu, mental mereka terbentuk. Mereka gak ada kata malas, budayanya selalu seperti itu sejak kecil. Jika ada pemain punya teknik di atas rata-rata, sudah pasti jadi pemain besar.”
Baca juga: BNI Sirnas A 2023: Dionysius Hayom Rumbaka Dulu Pemain, Kini Pelatih |
“Salah satunya waktu itu Kento Momota, Yuta Watanabe, kebetulan itu anak buah saya. (Takuro)Hoki/ (Yugo) Kobayashi. Skill mereka sedikit di atas rata-rata pemain Jepang. Saya waktu di sana, mereka waktu junior U-17, U-19, saya yakin mereka bisa jadi pemain top dunia. Karakter mereka sudah terbentuk sejak kecil, ditambah skill yang di atas rata-rata.”
Menurut Imam, kunci sukses Indonesia untuk bisa berprestasi lagi di nomor tunggal putra adalah pembinaan yang berjenjang sejak dini. Tak cuma dukungan pelatih dan klub, tapi orang tua, pemerintah, dan swasta sangat penting.
Sebab bakat dan kemampuan saja tidak akan cukup, jika tidak didukung dengan pendanaan agar para pemain muda itu bisa melakoni banyak pertandingan demi mencari pengalaman.
“Di Indonesia, talentanya banyak sekali. Saya juga melihat dari Djarum. Anak buah saya Zaky Ubaidillah, itu 16 tahun saya berani ngomong dia lebih bagus ketimbang Momota. Tapi tidak cuma itu saja. Ada banyak unsur-lah, tidak cuma skill. Bicara soal skill, sangat yakin bahwa dia akan menjadi pemain tunggal elite dunia, saya yakin. Tapi balik lagi, karakter anaknya bagaimana,” ujar Imam.
Baca juga: Pesan buat Atlet Muda BNI Sirnas 2023: Tetap Semangat, Mantapkan Diri! |
“Makanya di luar lapangan, saya harus bina karakter anaknya seperti apa, harus benar-benar kita bina. Garis besarnya seperti itu menurut pengalaman saya di Jepang. Di sekolah Jepang itu ada ekstrakurikuler Badminton, Yonex dari sana. Di Indonesia kan banyakan di klub-klub, (kalau) di sekolah jarang.”
“Harus ada sinergi antara Pemerintah, Federasi, Klub, Swasta, dan orang tua sendiri. Mungkin saya bisa bilang, kalau orang main bulutangkis lebih banyak di Jepang ketimbang Indonesia. Tapi untuk yang fokus profesional, tergantung skill, bakat pemain.”
“Untuk main badminton sendiri, orang tua kadang tidak yakin. Tapi di Badminton itu menjamin kok, kalau berprestasi di dunia. Olahraga profesional di kita yang menjamin itu badminton, tapi harus benar-benar serius,” demikian Imam.
Baca juga: Datang dari Bali, Ini Tekad Tri Suci di BNI Sirnas Perdananya |
Saat ini Imam menjadi salah satu sosok pelatih bulutangkis yang terlihat hilir-mudik di perhelatan BNI Sirkuit Nasional (Sirnas) A Jawa Timur 2023 di kota Surabaya. Ajang BNI Sirnas sendiri merupakan turnamen bulutangkis berskala nasional, tempat para pebulutangkis muda potensial mendapat kesempatan untuk unjuk gigi. Gelaran ini sekaligus menjadi tolak ukur pembinaan bulutangkis nasional sekaligus ajang buat para atlet dalam menjaring poin nasional dan pematangan atlet-atlet muda potensial.
Lewat BNI Sirnas 2023, para pebulutangkis muda Indonesia akan mengerahkan kemampuan terbaiknya dalam usaha merintis jalan ke pelatnas PBSI sekaligus menjadi pemain top andalan Merah Putih di masa depan.
Ajang pencarian bibit muda bulutangkis ini didukung penuh oleh BNI. Sebagai salah bentuk komitmen untuk mempromosikan dan mempopulerkan BNI Sirkuit Nasional 2023, PP PBSI secara resmi juga bekerjasama dengan detikcom dan CNN Indonesia sebagai official media and broadcasting partner di semua seri BNI Sirnas 2023.
Simak rangkuman informasi BNI Sirkuit Nasional 2023 selengkapnya di halaman khusus berikut ini!
Simak juga Video: BNI Sirnas Surabaya: Ajang Sony Dwi Kuncoro Kembangkan Bibit Muda
[Gambas:Video 20detik]
(mrp/krs)